PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Bisnis Ritel di
Indonesia secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, ritel modern
dan ritel tradisional. Ritel modern merupakan pengembangan dari ritel
tradisional yang pada praktiknya mengaplikasikan konsep yang modern,
pemanfaatan teknologi, dan mengakomodasi perkembangan gaya hidup di masyarakat
(konsumen).
Persaingan sengit dalam
industri ritel telah melanda negara-negara maju sejak abad yang lalu,
khususnya di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Persaingan terjadi terutama
antara usaha ritel tradisional dan ritel modern (supermarket dan
hipermarket). Namun, menjelang dekade akhir milenium lalu persaingan telah
meluas hingga ke negara-negara berkembang, di mana deregulasi sektor usaha
ritel yang bertujuan untuk meningkatkan investasi asing langsung (IAL)
telah berdampak pada pengembangan jaringan supermarket (Reardon &
Hopkins 2006). Reardon et al (2003) menemukan bahwa
sejak 2003 pangsa pasar supermarket di sektor usaha ritel makanan di
banyak Negara berkembang seperti Korea Selatan, Thailand, Taiwan, Meksiko,
Polandia, dan Hongaria telah mencapai 50%. Di Brazil dan Argentina, di
mana perkembangan supermarket telahlebih dulu dimulai, pangsa pasarnya mencapai
sekitar 60%. Traill (2006) menggunakan berbagai asumsi dan memprediksi
bahwa menjelang 2015, pangsa pasar supermarket akan mencapai 61% di
Argentina, Meksiko, dan Polandia; 67% di Hongaria; dan 76% di Brazil.
Sejarah ritel modern di
Indonesia dimulai dari tahun 1960-an. Pada saat itu muncul Department Store
pertama yaitu Sarinah yang berada di pusat Jakarta. Dalam kurun waktu 15 tahun
setelahnya, bisnis retail di Indonesia dapat dikatakan tidak berkembang cukup pesat
atau berkembang dalam level yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan dengan
kebijakan ekonomi Bapak Soeharto pada awal masa pemerintahan Orde Baru yang
lebih banyak membangun investasi di bidang eksploitasi hasil alam (tambang
& tembakau), disbanding dengan sector usaha ritel barang dan jasa.
Awal tahun 1990-an
menjadi titik awal perkembangan bisnis ritel di indonesia. Ditandai dengan
mulai beroperasinya salah satu perusahaan ritel besar dari Jepang yaitu
"SOGO". Selanjutnya dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No.
99/1998, yang menghapuskan larangan investor dari luar untuk masuk ke dalam
bisnis ritel di indonesia, perkembangannya menjadi semakin pesat.
Dan bisnis retail ini
sangat berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi daerah bahkan ekonomi nasional.
Karena pendapatan yang dihasilkan sangatlah besar. Bahkan mencapai >10% dari
pendapatan nasional dihasilkan oleh bisnis retail yang tersebar di seluruh kota
di Indonesia.
1.2 TUJUAN
Tujuan dibuatnya makalah
ini adalah untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bisnis retail serta
pengaruh bisnis retail terhadap pertumbuhan ekonomi daerah ataupun ekonomi
nasional. Dan juga bisnis-bisnis retail yang signifikan dengan pertumbuhan
pasar rumah tangga, pasar komoditi, dan sector swasta.
PEMBAHASAN
|
|
Bisnis Ritel secara umum
adalah kegiatan usaha menjual aneka barang atau jasa untuk konsumsi langsung
atau tidak langsung. Dalam matarantai perdagangan bisnis ritel merupakan bagian
terakhir dari proses distribusi suatu barang atau jasa dan bersentuhan langsung
dengan konsumen.
Bisnis Ritel di
Indonesia sebenarnya terbagi menjadi dua, yaitu Ritel Tradisional dan Ritel
Modern. Namun seiring berjalannya waktu, ritel tradisional banyak ditinggalkan
oleh para konsumen. Sehingga peningkatan bisnis ritel modern di Indonesia
melonjak tajam.
Adapun perbedaan bisnis retail tradisional dengan bisnis retail
modern adalah bisnis retail tradisional adalah bisnis yang dibangun dan dikelola
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk
kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda
yangdimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau
koperasi dengan usaha skala kecil, modal
kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Seperti pasar tradisional, toko
kelontong, dan lain-lain. Sedangkan bisnis retail modern berdasarkan
definisi yang tertuang dalam Keputusan Presiden RI No. 112/Th. 2007, adalah:
1. Minimarket
:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : < 5000 item
- Luas gerai : maks. 400m2
- Area Parkir : terbatas
- Potensi penjualan : maks. 200 juta
2. Supermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian.
- Jumlah produk : 5000-25000 item
- Luas gerai : 400-5000m2
- Area Parkir : sedang (memadai)
- Potensi penjualan : 200 juta- 10 milliar
3. Hypermarket:
- Produk dijual : kebutuhan rumahtangga, makanan dan termasuk kebutuhan harian, textile, fashion, furniture, dll.
- Jumlah produk : >25000 item
- Luas gerai : > 5000 m2
- Area Parkir : sangat besar
- Potensi penjualan : > 10 milliar
Banyak perbedaan yang
dihadirkan bisnis rital tradisional maupun bisnis ritail modern. Sehingga kini
di kabupaten atau kota bahkan desa di Indonesia, “bisnis retail” terlebih
bisnis ritel modern mulai banyak dilirik kalangan pengusaha, sebab memiliki
pengaruh positif terhadap jumlah lapangan pekerjaan dan keuntungannya yang menjanjikan.
Dalam 6 tahun terakhir,
perkembangan ketiga format modern market di atas sangatlah tinggi. konsepnya
yang modern, adanya sentuhan teknologi dan mampu memenuhi perkembangan gaya
hidup konsumen telah memberikan nilai lebih dibandingkan dengan market
tradisional. Selain itu atmosfer belanja yang lebih bersih dan nyaman, semakin
menarik konsumen dan dapat menciptakan budaya baru dalam berbelanja.
Munculnya konsep ritel
baru seperti hipermarket, supermarket, dan minimarket, yang termasuk ke dalam
jenis ritel modern (pasar modern) merupakan peluang pasar baru yang dinilai
cukup potensial oleh para pebisnis ritel, namun dilain sisi dapat mengancam keberadaan
pasar tradisional yang belum dapat bersaing dengan pasar modern terutama dalam
hal manajemen usaha dan permodalan. Dari waktu ke waktu jumlah pasar modern
cenderung mengalami pertumbuhan positif sedangkan pasar tradisional cenderung mengalami
pertumbuhan negatif.
Dalam periode enam tahun
terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia
mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Pada tahun 2007, jumlah usaha
ritel di Indonesia masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011
mencapai 18.152 gerai tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan
jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan.
Untuk penyebaran toko,
paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera dengan 22 persen,
sisanya 21 persen ada di pulau lain. Bisnis ritel lebih cepat tumbuh di
pinggiran kota, karena banyaknya pemukiman di lokasi tersebut. Daerah inilah
yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.
Berdasarkan sebaran
geografisnya, gerai-gerai Pasar Modern tersebut terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Pada 2008, dari sekitar 11.866 gerai Pasar Modern, sekitar 83%
diantaranyaberlokasi di Pulau Jawa (Tabel 4). Propinsi DKI Jakarta, Jawa Barat
dan Jawa Timur senantiasa menjadi daerah dengan jumlah gerai Pasar Modern
terbanyak. Terkonsentrasinya gerai-gerai Pasar Modern di Pulau Jawa tidak lepas
dari kondisi dimana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia
memang berada di pulau ini
Menurut survei Nielsen
dalam Hartati (2006), jumlah pusat perdagangan modern di Indonesia, baik
hipermarket, supermarket, minimarket, hingga convenience store, meningkat
hampir 7,4% selama periode 2003-2005. Dari total 1.752.437 gerai pada tahun
2003 menjadi 1.881.492 gerai di tahun 2005. Hal tersebut justru berbanding
terbalik dengan pertumbuhan ritel tradisional yang tumbuh negatif sebesar
delapan persen per tahunnya selama periode tahun 2003-2005.
Sekalipun mengalami
penurunan jumlah toko yang menjual barang-barang konsumen sebesar 1,3 persen
dari tahun 2010, jumlah toko di Indonesia merupakan terbesar kedua di dunia
setelah India. Jumlah toko (tradisional dan modern) di Indonesia mencapai 2,5
juta took hal ini dikutip dari Nielsen Executive Director Retail Measurement
Services Teguh Yunanto pada tanggal 15/3/2011.
Untuk penyebaran toko,
paling banyak di Pulau Jawa dengan 57 persen, dan Sumatera dengan 22 persen,
sisanya 21 persen ada di pulau lain. Namun, Teguh menjelaskan, ritel lebih
tumbuh di pinggiran kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut.
Daerah inilah yang menjadi target dari ritel modern jenis minimarket.
Ritel modern tumbuh 38
persen dengan 18.152 toko di Indonesia, dibandingkan tahun 2009. Dari jumlah
tersebut, sekitar 16.000 toko merupakan minimarket. Namun format ritel modern
lainnya, seperti supermarket justru turun 6 persen, sedangkan hypermarket
tumbuh 23 persen dengan 154 toko
Meskipun dinilai
memiliki potensi besar seiring daya beli masyarakatnya yang semakin meningkat,
pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia pada 2013 diprediksikan tidak akan
sebesar tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2013, pertumbuhan bisnis ini berkisar
antara 8-9 persen, lebih rendah dari 11-12 persen pada 2011-2012.
Menurut Asosiasi
Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara
10%–15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp49 triliun,
dan melesat hingga mencapai Rp120 triliun pada tahun 2011. Sedangkan pada tahun
2012, pertumbuhan ritel diperkirakan masih sama, yaitu 10%–15%, atau mencapai
Rp138 triliun. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari
hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket
Kota dan Kabupaten Bogor
sebagai kawasan pemukiman penduduk yang merupakan daerah penyangga Jakarta,
menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan pasar modern yang
cukup pesat selama periode tahun 1997- 2008. Dengan populasi penduduk terbesar
di Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor yang pada tahun 2007 jumlah penduduknya
mencapai 4.316.216 jiwa, menjadi kawasan yang menjanjikan dalam perkembangan
bisnis ritel. Begitupun dengan Kota Bogor yang pada tahun 2007 jumlah
penduduknya mencapai 866.034 jiwa.
Penelitian ini
menganalisis laju pertumbuhan pasar tradisional dan pasar modern di Kota dan
Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan jumlah pasar
modern di Kota dan Kabupaten Bogor. Metode analisis yang digunakan adalah
metode analisis panel data menggunakan data sekunder berupa jumlah pasar modern
dan tradisional, populasi penduduk, jumlah rumah tangga, tingkat pendapatan per
kapita, jumlah jalan diaspal, potensi listrik negara (daya terpasang) di Kota
dan Kabupaten Bogor selama tahun 1997-2008. Hasil analisis menunjukan bahwa
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 lebih
rendah dibandingkan pertumbuhan pasar modern di Kabupaten Bogor. Sedangkan pada
periode tahun 2003-2008, dimana era booming pasar modern mulai berlangsung,
pertumbuhan pasar modern di Kota Bogor lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan
pasar modern di Kabupaten Bogor.
Jumlah pasar tradisional
di Kota Bogor pada periode tahun 1998-2003 mengalami pertumbuhan positif
sedangkan di Kabupaten Bogor mengalami pertumbuhan yang stagnan atau tidak
terjadi pertumbuhan pasar tradisional pada periode tersebut. Namun pada periode
tahun 2003-2008 pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bogor mengalami
pertumbuhan yang negatif. Sedangkan pertumbuhan pasar tradisional di Kabupaten
Bogor pada periode tahun 2003-2008 mengalami pertumbuhan yang positif, dimana
jumlah pasar tradisional bertambah sebanyak satu unit pada periode tersebut.
Faktor yang berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
pasar modern di Kota dan Kabupaten Bogor adalah populasi penduduk, jumlah rumah
tangga dan tingkat pendapatan per kapita. Kenaikan pada populasi penduduk,
jumlah rumah tangga, dan pendapatan per kapita di Kota dan Kabupaten Bogor
menyebabkan jumlah pasar modern di Kota dan Kabupaten semakin meningkat.
Oleh karena itu, bisnis
retail sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional.
Karena penghasilan dari suatu bisnis retail, terlebih bisnis retail modern
dapat membantu pendapatan jumlah per-kapita pada suatu daerah tertentu.
Pendapatan per kapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu
negara. Pendapatan per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara
dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga
merefleksikan PDB per kapita. Pendapatan per kapita sering digunakan sebagai
tolok ukur kemakmuran dan tingkat pembangunan sebuah negara; semakin besar
pendapatan per kapitanya, semakin makmur negara tersebut.
Meningkatnya jumlah
pendapatan perkapita itu dapat membantu suatu daerah untuk membangun kualitas
SDM yang terdapat di sana. Serta beberapa persen pendapatan bisnis retail
tersebut dapat disalurkan ke pendapatan nasional.
Di jawa timur, lebih
dari 16% hasil dari penjualan pada bisnis retail disumbangkan untuk pendapatan
nasional. Padahal Jwa Timur bukan kota besar dan jumlah bisnis retail di sana
tidaklah begitu banyak. Bayangkan berapa banyak hasil yang dihasilkan oleh kota
besar seperti Jakarta untuk disumbangkan ke dalam pendapatan nasional. Bahkan
sekarang banyak bisnis retail asing yang menanam saham di Indonesia. Maraknya bisnis
retail ini di Indonesia dapat membantu pertumbuhan ekonomi di daerah maupun
nasional.
Bisnis retail pun sangat
signifikan dengan pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi, dan sector
swasta. Namun sekarng ini lebih banyak ditemukan bisnis dalam pasar rumah
tangga. Dilihat dari berbagai macam hypermarket hingga supermarket yang terus
bersaing dalam pasar.
Indonesia dengan jumlah
penduduk sekitar 230 juta merupakan pasar potensial bagi bisnis ritel modern.
Dalam sepuluh tahun terakhir bisnis ritel modern dengan format hypermarket,
supermarket dan minimarket menjamur, menyusul maraknya pembangunan mall atau
pusat perbelanjaan di kota-kota besar. Peritel besar seperti hypermarket dan
department store menjadi anchor tenant yang dapat menarik minat pengunjung.
Bahkan kini bisnis ritel mulai merambah ke kota-kota kabupaten terutama jenis
supermarket dan minimarket. Saat ini bisnis ritel tumbuh pesat di pinggiran
kota, mengingat lokasi permukiman banyak di daerah tersebut.
Dengan dibukanya pintu
masuk bagi para peritel asing sebagaimana Keputusan Presiden No. 118/2000 yang
telah mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing
(PMA), maka sejak itu ritel asing mulai marak masuk ke Indonesia.
Masuknya ritel asing dalam bisnis ini, menunjukkan bisnis ini sangat
menguntungkan. Namun di sisi lain, masuknya hypermarket asing yang semakin
ekspansif memperluas jaringan gerainya, dapat menjadi ancaman bagi peritel
lokal. Peritel asing tidak hanya membuka gerai di Jakarta saja, misalnya Carrefour
dalam lima tahun belakangan sudah merambah ke luar Jakarta termasuk ke
Yogyakarta, Surabaya, Palembang dan Makassar. Namun saat ini di wilayah DKI
pemberian izin minimarket diperketat karena sudah terlalu banyak.
Keadaan ini mendorong
peritel lokal yang sudah lebih dulu menguasai pasar, misalnya Matahari Group
yang sebelumnya kuat pada bisnis department store, mengembangkan usahanya
memasuki bisnis hypermarket. Demikian juga Hero yang sebelumnya kuat dalam
bisnis supermarket, akhirnya ikut bersaing dalam bisnis hypermarket. Bahkan
Hero mengubah sejumlah gerai supermarketnya menjadi format hypermarket.
Hingga saat ini, pangsa
pasar modern mencapai 30%, sedangkan pasar tradisional menguasai sekitar 70%.
Hal ini menunjukkan peluang bisnis ritel (pasar modern) cukup menjanjikan,
setiap tahun selalu muncul dan berdiri gerai baru ritel di kota-kota besar.
Saat ini pengusah ritel mulai melebarkan sayap diluar pulau Jawa seperti
Sumatra, Sulawesi, Kalimantan dan Maluku. Sementara itu, peritel besar
seperti Carrefour dan Giant memiliki pasar ritel lebih luas dibandingkan
competitor lain, sebab selain bermain di segmen hypermarket, kedua peritel ini
juga bersaing di segmen supermarket.
Pertumbuhan gerai ritel
makanan di hypermarket rata rata 30% per tahun dan supermarket 7% per tahun dan
convenience store/mini market sekitar 15%. Pada tahun 2003, penjualan sektor
ritel modern makanan dikuasai oleh supermarket 60%, hypermarket 20% dan sisanya
20% oleh convenience store/mini market.
Permintaan produk kebutuhan
sehari-hari (consumer goods) masih merupakan permintaan utama. Produk bahan
makanan (groceries) mendominasi sekitar 67% komposisi penjualan barang
perdagangan ritel. Sementara untuk produk non-pangan, penjualan pakaian dan
sepatu memberikan kontribusi sebesar 30% barang perdagangan ritel, diikuti
penjualan barang-barang elektronik sebesar 12% dan penjualan produk kesehatan
dan kecantikan sebesar 11%.
Format minimarket
mengalami pertumbuhan tertinggi, baik dilihat dari sisi jumlah gerai took maupun
pangsa perdagangan ritel penjualan produk Fast Moving Consumer Goods (FMCG).
Jumlah minimarket di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 10.607 toko dengan
pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 17,3%, tertinggi dibandingkan format
ritel modern lainnya. Disusul dengan pertumbuhan rata-rata per tahun 16,9%.
Sementara itu, pangsa perdagangan ritel minimarket untuk penjualan produk FMCG
meningkat cukup signifikan dibandingkan format lainnya, yaitu dari sebesar 5%
di tahun 2003 menjadi 16% di tahun 2008.
KESIMPULAN
B
|
Bisnis Retail terbagi menjadi dua macam, yaitu bisnis retail
tradisional dan modern. Namun terjadi persaingan pada ritel tradisional
dan ritel modern, berbeda dengan jenis persaingan yang lain, yaitu persaingan
antar sesama ritel modern, persaingan antar sesama ritel tradisional, dan persaingan antar suplier,
telah sejak awal menempatkan ritel tradisional pada posisi yang lemah.
Perbedaan karakteristik yang berbanding terbalik semakin
memperlemah posisi ritel tradisional. Penguatan kemampuan bersaing ritel
tradisional dengan demikian menuntut peran serta banyak
pihak terutama pemerintah sebagai pemilik kekuasaan regulasi
B
|
|
Bisnis retail sangatlah
berpengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian daerah bahkan nasional. Pada daerah-daerah
atau kota-kota besar seperti Jakarta maupun Jawa timur dan Bogor, bisnis retail
sangatlah berpengaruh pada pertumbuhan perekonomian daerah bahkan nasional.
Karena hasil dari penghasilan pada bisnis retail tersebut, terlebih pada bisnis
retail modern dapat membantu tingkat pendapatan per-kapita daerah tersebut.
Bahkan Jawa Timur menyumbangkan 16% dari penghasilan bisnis retailnya
untuk pendapatan nasional.
Maka daripada itu bisnis
retail sangatlah menjanjikan dan berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian
daerah bahkan nasional untuk meningkatkan pendapatan per-kapita daerahnya.
Serta membuka lapangan pekerjaan yang membantu meningkatkan kualitas SDM di
daerah tersebut.
B
|
bisnis retail yang
signifikan terhadap pertumbuhan pasar rumah tangga, pasar komoditi serta sector
swasta adalah bisnis retail modern, yang sekarang telah melonjak tajam. Seperti
hypermarket, supermarket maupun minimarket.
Tahun ini sudah lebih
dari 10.000 gerai minimarket tersebar di seluruh Indonesia. Beragam macam
perusahaan yang menaruh saham pada bisnis retail ini. Sebut saja Carrefour,
Hero, Giant, Hypermart, hingga Alfamart dan Indomaret. Semua pemegang saham
sekarang berlomba-lomba untuk membuat bisnis retail ini karena keuntungan yang
didapat sangatlah menjanjikan.
DAFTAR PUSTAKA
September 2013
Pengaruh Perkembangan Ritel Modern terhadap Perekonomian Kota –
Kota Kecil
|
PI: Dr. Ir. Myra P. Gunawan, MT
|
11-09-2008
Potret Bisnis Ritail di Indonesia by Marina L
Pandin
Thursday, October 22, 2009
Retno arieswanti hapsarini
Shttp://erlitabebbyaprilianti.blogspot.com/2014/03/bisnis-retail.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar