Welcome To My Paradise

Kamis, 29 Mei 2014

Bisnis retail yang sangat signifikan terhadap perkembangan

[Type the document title]
                                                      Daftar Isi
Daftar Isi ii

Bab I           Pendahuluan 3
1.1       Latar Belakang  Masalah .......................................................................3
1.2       Perumusan masalah ................................................................................6
          1.3     Tujuan Penulisan …………………....................................6
Bab II         Pembahasan 8
               

Daftar Pustaka 10

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Industri ini merupakan sektor kedua terbesar dalam hal penyerapan tenaga kerja di Indonesia, yaitu menyerap sebesar 18,9 juta orang, di bawah sektor pertanian yang mampu menyerap sekitar 41,8 juta orang. Perkembangan industri ritel dalam beberapa tahun terakhir berkembang dengan sangat pesat. Hal ini didorong oleh munculnya kebijakan yang pro terhadap liberalisasi ritel, antara lain diwujudkan dalam bentuk Keputusan Presiden No 96/2000 tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal. Kebijakan tersebut telah menyebabkan tidak adanya lagi pembatasan kepemilikan dalam industri ritel. Setiap pelaku usaha yang memiliki modal cukup untuk mendirikan perusahaan ritel di Indonesia, maka dapat segera melakukannya. Akibatnya, pelaku usaha di industri ini terus bermunculan. Salah satu alasan peritel asing mengembangkan bisnis ritelnya di Indonesia adalah jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 230 juta jiwa yang merupakan pasar potensial dimana penduduk Indonesia merupakan penduduk yang konsumtif. Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) juga menyatakan bahwa pertumbuhan industri ritel pada tahun 2011 meningkat 20 persen dibandingkan tahun lalu. Pertumbuhan tersebut seiring dengan makin berkembangnya populasi (Meryani, 2011). Peluang bisnis ritel ini membuat usaha eceran pada pasar modern di Indonesia mengalami pertumbuhan pesat, hal ini dapat dilihat dari munculnya perusahaan - perusahaan eceran besar baik asing maupun lokal seperti Alfa, Carefour, Giant, Hypermarket, Ramayana, Maju Bersama, Metro, Suzuya dan lainnya. Adanya berbagai macam bentuk Swalayan modern ini, membuat beragam harapan konsumen terhadap pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh swalayan- swalayan juga semakin tinggi. Keberagaman harapan konsumen ini, mengakibatkan tingkat persaingan yang semakin tinggi antara supermarket baik asing maupun lokal. Saat ini kota besar seperti Surabaya, Bandung, Medan, Makasar, dan Semarang menjadi basis perkembangan supermarket. Kota Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia dengan jumlah penduduk 2.097.610 jiwa (BPS Kota Medan 2010) menjadi pasar yang sangat menjanjikan bagi investor lokal maupun asing untuk dapat melakukan investasi dalam bidang bisnis ritel. Salah satu perusahaan pengecer skala besar di Medan adalah Swalayan Macan Yaohan yang berada di bawah naungan Macan Group. Macan Group didirikan pada tahun 1985 dan selama ini tetap menfokuskan bisnisnya dalam supermarket retailing. Di tengah pasar yang potensial dan menjanjikan bagi usaha eceran, Swalayan Macan Yaohan mengalami penurunan jumlah transaksi. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kunjungan konsumen per tahun pada Tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1
Jumlah Transaksi Konsumen Swalayan Macan Yaohan Merak Jingga

Tahun

Jumlah
2008
435.988

2009
378.672

2010
252.112


Sumber: Macan Yaohan (2012)
Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan jumlah transaksi konsumen yang berbelanja di swalayan Macan Yaohan dari tahun ke tahun. Hal ini juga dikatakan oleh Pengamat Perbankan dan Ekonomi, Pandin (2009), bahwa terjadi penurunan secara terus menerus pangsa pasar supermarket. Ini menunjukkan bahwa format supermarket tidak terlalu favourable lagi. Sebab, dalam hal kedekatan lokasi dengan konsumen, supermarket telah kalah bersaing dengan minimarket yang umumnya berlokasi di pemukiman penduduk, sementara untuk range pilihan barang, supermarket tersaingi oleh hypermarket yang menawarkan pilihan barang yang jauh lebih banyak. Dalam kondisi persaingan seperti ini, peritel yang tidak dapat mengantisipasi dan menerapkan strategi yang tepat akan gulung tikar. Mengingat bahwa bisnis ritel adalah industri yang sangat dinamis, sebagai cerminan dari masyarakat yang menjadi konsumennya, perubahan sekecil apapun yang terjadi di masyarakat senantiasa berimbas pada sektor ritel. Upaya untuk meningkatkan kegiatan pemasaran agar dapat bersaing dan mampu meraih keunggulan kompetitif yakni melalui strategi bauran pemasaran eceran yang terdiri dari place, product, price, promotion, personalia dan presentasi atau penampilan. Store atmosphere merupakan salah satu elemen penting dari retailing mix yang mampu mempengaruhi proses keputusan pembelian konsumen, karena dalam proses keputusan pembeliannya konsumen tidak hanya memberi respon terhadap barang dan jasa yang ditawarkan oleh pengecer, tetapi juga memberikan respon terhadap lingkungan pembelian yang diciptakan oleh pengecer, seperti yang dikemukakan oleh Levy dan Weitz dalam Permana (2008:5): “Customer purchasing behavior is also influenced by the store atmosphere”. Artinya bahwa store atmosphere juga dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Store atmosphere merupakan suatu karakteristik yang sangat fisik dan sangat penting bagi setiap bisnis yang berperan menciptakan suasana yang nyaman untuk konsumen dan membuat konsumen ingin berlama-lama berada di dalam toko sehingga secara tidak langsung merangsang konsumen untuk melakukan pembelian. Store atmosphere yang dibuat semenarik mungkin dapat berakibat positif dan akan memberikan keuntungan bagi perusahaan dan hal ini akan membuat konsumen untuk memutuskan pembelian di toko tersebut. Swalayan Macan Yaohan menata atmosfir tokonya melalui kondisi ruangan yang nyaman, pemutaran musik di dalam swalayan serta penjaga toko yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang produk sehingga memudahkan konsumen dalam mencari produk yang dibutuhkan. Namun sistem pencahayaan yang terdapat pada swalayan Macan Yaohan kurang baik. Sistem pencahayaan yang bagus akan memberikan kesan kemewahan dan memudahkan konsumen dalam memilih produk. Display merupakan salah satu cara yang digunakan oleh perusahaan dalam melaksanakan promosi penjualan atau sales promotion. Display yaitu pemajangan atau tata letak barang dagangan untuk menarik minat beli konsumen agar terciptanya pembelian. Memajang barang sangat penting dilakukan oleh toko. Dengan melihat barang dagangan, konsumen akan tertarik serta memudahkan konsumen dalam memilih barang yang diinginkan. Display yang baik akan mempengaruhi konsumen untuk melakukan pembelian. Menurut Alma (2008:192), display terbagi atas 3 (tiga) macam yaitu Window display, Interior display, dan Exterior display.
Interior Display adalah pemajangan barang-barang, gambar-gambar, kartu harga dan poster di dalam toko sehingga memberikan informasi kepada konsumen. Interior display merupakan hal yang penting, karena konsumen akan merasa nyaman berbelanja di sebuah toko jika interior display yang dilaksanakan tersusun rapi dan menarik sehingga menciptakan keputusan pembelian bagi konsumen. Pada umumnya konsumen menyenangi Interior Display karena dapat memberikan kesempatan lebih banyak bagi konsumen untuk melihat, memikirkan, memilih barang yang disenangi oleh konsumen, dan lebih memberikan keaktifan pembeli untuk menentukan pilihannya. Adapun implementasi interior display yang dilakukan oleh Swalayan Macan Yaohan agar dapat menarik perhatian konsumen adalah barang pada gondola harus terisi penuh, apabila barang dalam barisan depan sudah habis maka petugas harus memindahkan barang yang ada di barisan belakang ke barisan depan, barang-barang yang dipajang di bagian lantai depan kasir dalam berbagai bentuk adalah berdasarkan permintaan produsen dan disewakan dengan harga yang lebih mahal dibandingkan bagian lain, serta tersedianya tanda penunjuk lokasi produk sehingga memudahkan konsumendalam mencari barang yang dibutuhkan. Namun kelemahan yang terdapat dalam swalayan Macan Yaohan yaitu adanya sebagian produk yang tidak dicantumkan label harga pada raknya. Store atmosphere dan Interior display sebagai salah satu dari bauran pemasaran ritel, apabila telah sukses diterapkan oleh peritel, maka akan berpengaruh terhadap perilaku pembelian konsumen yang akan berakhir pada pengambilan keputusan pembelian. Keputusan pembelian merupakan perilaku pembelian seseorang dalam menentukan suatu pilihan produk untuk mencapai kepuasan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
Dalam penulisan ini penulis hanya menggunakan variabel Store atmosphere dan Interior display sebagai salah satu dari retail mix, hal ini dikarenakan dewasa ini konsumen lebih selektif dalam memilih model belanja dan menentukan tempat untuk melakukan pembelian. Tren yang umum, perubahan gaya hidup modern, serta teknologi yang canggih menjadi faktor utama yang
mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli. Disini konsumen tidak hanya memperhatikan dari segi produk dan harga yang ditawarkan saja melainkan perasaan nyaman ketika berada di dalam sebuah gerai ataupun toko. Menurut Utami (2010:66) tempat belanja dan lingkungannya adalah hal yang penting karena 70-80% keputusan pembelian dilakukan di tempat belanja terutama ketika memeriksa barang. Untuk itu, manajemen ritel seharusnya mencoba untuk menciptakan lingkungan tempat belanja yang memotivasi dan nyaman, dengan interior tempat belanja dan pengaturan barang yang menarik. Sedangkan menurut Kotler (2001:15), ketika seorang konsumen masuk ke suatu toko mereka tidak hanya memberikan penilaian produk dan harga yang ditawarkan oleh retailer, tetapi juga memberikan respon terhadap lingkungan yang diciptakan oleh retailer melalui store lay out, display (penataan barang) yang kreatif, desain bangunan yang menarik, pengaturan jarak antar rak, temperatur, dan musik yang dilantunkan.
Hal ini tidak hanya memberikan nilai tambah bagi produk yang dijual, tetapi juga menciptakan suasana yang menyenangkan bagi konsumen sehingga konsumen tersebut memilih toko yang disukainya dan pada akhirnya meningkatkan keputusan pembeliannya. Berdasarkan dari latar belakang yang dikemukakan diatas, Penulis merasa perlu melakukan penulisan ini dengan judul “Pengaruh Store atmosphere dan Interior display Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.”

1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penulisan ini sebagai berikut:
1. Apakah store atmosphere dan interior display berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.
2. Apakah store atmosphere berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.
3. Apakah interior display berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.

1.3. Tujuan Penulisan
 Adapun tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh store atmosphere dan interior /display terhadap keputusan pembelian konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh store atmosphere terhadap keputusan pembelian konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh interior display terhadap keputusan pembelian konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.

1.4. Manfaat Penulisan
1. Bagi penulis, memberikan kesempatan untuk menerapkan teori yang telah didapatkan di bangku perkuliahan dan menambah wawasan dalam bidang pemasaran ritel yang dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh pengaruh store atmosphere dan interior display terhadap keputusan pembelian konsumen pada swalayan Macan Yaohan Merak Jingga Medan.
2. Bagi Program Studi, penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan literature dan kepustakaan mengenai store atmosphere dan interior display dan pengaruhnya terhadap keputusan pembelian konsumen.
3. Bagi perusahaan, hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi manajemen perusahaan ritel dalam penyusunan store atmosphere dan interior display dalam upaya menciptakan keputusan pembelian konsumen.
4. Bagi penulisan selanjutnya, penulisan ini dapat menjadi bahan referensi dan bahan pertimbangan penulisan selanjutnya.

BAB2. PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan responden pengusaha ritel tradisional di wilayah pinggiran Kota Semarang yang meliputi Kecamatan Gunungpati, Mijen, Tembalang, dan Banyumanik. Jumlah pengusaha yang dijadikan responden sebanyak 120 orang. Dipilih empat kecamatan sebagai obyek penelitian karena pada kecamatan tersebut merupakan wilayah pinggiran kota yang mulai dilirik peritel modern. Responden sebanyak 120 orang pengusaha ritel tradisional terdiri dari 57 orang atau 47,50 % laki-laki dan 63 orang atau 52,50 % perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ritel tradisional merupakan usaha sampingan yang digunakan untuk membantu menopang perekonomian keluarga, dimana laki-laki lebih berperan untuk bekerja pada sektor formal.Untuk usia responden, baik laki-laki maupun perempuan semuanya berada dalam usia produktif. Dalam hal ini usia produktif bisa dikatakan juga sebagai usia kerja yaitu usia antara 17 tahun sampai 65 tahun. Berdasarkan data di lapangan, bila di rata-rata usia responden adalah 44 tahun dengan kisaran usia antara 17 tahun sampai 65 tahun. Dengan kondisi tersebut bisa dikatakan bahwa para pengusaha ini masih memiliki semangat kerja yang tinggi untuk menjalankan usahanya dan dimungkinkan juga untuk dilakukan pengembangan terhadap usaha mereka. Jenis usaha yang dijalankan dan digeluti oleh semua pengusaha ritel masih terfokus pada jenis usaha kelontong (kebutuhan sehari-hari) hal ini lebih dikarenakan keinginan untuk memenuhi kebutuhan pokok konsumen yang tentunya mempunyai segmen pasar yang lebih luas dan juga kemudahan dalam penyediaan barang. Berdasarkan data di lapangan, semua responden beragama Islam, hal ini lebih dikarenakan oleh mayoritas penduduk di masing-masing wilayah obyek penelitian memeluk agama Islam. Untuk tempat kelahiran responden ,sebagian besar responden, 47 orang laki-laki (39,17 %) maupun 59 orang perempuan (49,16 %) lahir di Kota Semarang. Sedangkan 14 orang (10 orang laki-laki atau 8,33 % dan 4 orang perempuan atau 3,33 %) lahir di luar Kota Semarang. Dapat dikatakan mayoritas responden merupakan penduduk asli Semarang, yang tentunya akan sangat menguntungkan dalam menjalankan usahanya karena mereka sudah sangat mengenal karakter lingkungannya. Hal ini juga didukung data di lapangan yang menunjukkan bahwa semua responden saat ini berdomisili atau bertempat tinggal di Semarang. Keadaan ini tentunya sudah disadari oleh responden bahwa faktor efisiensi dan efektifitas dalam menjalankan usaha harus diperhatikan, salah satunya dengan berdomisili di daerah dimana usaha dijalankan. Sebagian besar responden (sebanyak 48 orang atau 40%) yang terdiri dari laki – laki 25 orang atau 20,83 % dan perempuan 23 orang atau 19,17 % memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu SD, serta masih ditambah responden yang mengisi lainya yaitu 7 orang atau 5,83 % . Jawaban lainnya muncul karena beberapa hal, yaitu: responden tidak pernah sekolah dan responden sudah pernah mengenyam pendidikan dasar (SD) tetapi tidak tamat.
Dengan kondisi ini bisa dikatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah ini akhirnya memaksa atau menuntut mereka untuk menciptakan suatu usaha yang sesuai dengan kemampuan mereka sehingga pilihan terakhir adalah dengan menjadi pengusaha ritel tradisional. Juga dipengaruhi oleh pola pemikiran yang sederhana bahwa pendidikan tinggi tidak diperlukan tetapi yang terpenting adalah bagaimana bisa mencari nafkah dan menambah pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Sedangkan 39 orang atau 32,5 % reponden lulusan SMA memilih menjadi pengusaha ritel tradisional karena beberapa sebab, yaitu: jiwa wirausaha yang tinggi, sulitnya mencari pekerjaan, serta tuntutan kebutuhan. Jarak tempat usaha responden dengan ritel modern bila dirata-rata adalah 194 m, dengan range jarak tempat usaha antara 5 sampai dengan 500 m dari ritel modern. Dari data temuan di lapangan ini dapat dikatakan tidak ada kejelasan mengenai berapa jarak yang ideal antara ritel tradisional dengan ritel modern. Sehingga dengan kondisi ini sangat dimungkinkan dampak keberadaan dari ritel modern memiliki pengaruh yang sangat besar bagi keberadaan ritel tradisional. Walaupun dalam ijin pendirian sudah disyaratkan mengenai kajian dampak lingkungan dalam kenyataannya ritel modern tumbuh dengan pesat dan muncul pro dan kontra akan keberadaanya.

BAB 3 . Daftar Pustaka
Departemen Perdagangan RI dan PT Indef
Eramadani (INDEF). 2007. “Kajian
Dampak Ekonomi Keberadaan
Hypermarket Ritel/ Pasar, Kerjasama
antara Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perdagangan Dalam
Negeri (Ringkasan Eksekutif)”.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar